Rabu, 09 Januari 2013

ADA APA DI GEDUNG ANGGOTA DPRD KOTA DEPOK




Depok, MOIC
JANGAN UNJUK GIGI

SUHU politik di Kota Depok semakin memanas, Jumat (28/12) terjadi kehebohan pada sidang paripurna DPRD kota Depok terkait kejadian di dalam ruangan sidang paripurna yang dilakukan oleh salah satu LSM yang berteriang keras memprotes kehadiran Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, Msc selaku waikota Depok yang dianggap tidak pantas menduduki kursi Walikota Depok, ada apa di Gedung anggota DPRD Depok?
Omisi II DPR-RI yang mengamati kisruh Pemilukada Kota Depok (3/1) memberikan masukan dan saran ke Mendagri, agar kebijakan maupun keputusan Presiden RI melalui Mendagri dapat menyelesaikan kisruh Pemilukada Depok dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan maupun UU yang berlaku tanpa dipengaruhi oleh kekuatan politik manapun juga.
Sebab, status hukum Dr. Ir. H Nur Mahmudi Ismail, Msc masih bermasalah akibat putusan mahkamah agung yang menerima hasil gugatan Partai Hanura terkait keabsahan dukungan pada salah satu calon Walikota dan Wakil Walikota Depok, apalagi DPRD Kota Depok juga sudah mengirim surat ke Mendagri untuk segera menetapkan Plt Walikota sambil menunggu proses pemilukada ulang.
Berdasarkan UU No 27 Th 2009 tentang MD3 serta Peran Serta Fungsi Pengawasan Legislasi, dengan ini mempertanyakan kepada seluruh anggota DPRD kota Depok, Khususnya ketua DPRD Depok H Drs Rintisyanto, MM beserta unsur Pimpinan 6 Fraksi yang menandatangani dan paraf surat DPRD Depok No 170/818-DPRD tgl 26 Nov 2012 yang di tujukan kepada KPUD Kota Depok, diduga telah diabaikan dan terjadi pembangkangan oleh KPU Kota Depok. Lalu apa sikap DPRD Depok terkait hal tersebut?
Mahkamah Agung (MA) telah menyatakan bahwa Pilkada Depok tahun 2021 dibatalkan. Kemudian, MA memerintahkan KPU Depok agar mencabut putusannya. Bahkan, Mahkamah Konstitusi dalam kesaksian Prof. Dr. Yusril Izha Mahendra, SH menyatakan bahwa SK mendagri tentang Pelantikan Nur Mahmudi sebagai Walikota Depok cacat hukum karena tidak melalui prosedur yang semestinya. SK Mendagri tersebut telah menerabas hukum dan peratudan perundang-undangan tentang penyelenggaraan dan pelaksanaan Pilkada.
Sementara itu, komisi pemberantasan korupsi (KPK) melakukan survei integerasi pada sektor publik pemerintah daerah (Pemda) yang dinilai rentan terjadi korupsi. Hasil survei menunjukan Pemkot Depok masuk 16 besar pelayanan masyarakat yang paling terburuk. Ada tiga kriteria yakni unit layanan dearah dalam pelayanan kartu tanda peduduk (KTP), surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan izin mendirikan bangunan (IMB) survei ini diikuti 60 Pemda di seluruh indonesia termasuk Pemkot Depok. Contohnya, ada seorang warga kota Depok yang mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) dari fabruari 2011 sampai berita ini diturunkan, walikota Depok  belum menandatangani berkas permohonan izin pemanfaatan ruang (IPR). Adapun persyaratan yang diminta sudah dilengkapi. Berbagai kalangan termasuk beberapa mantan anggota DPRD kota Depok berpendapat ; jabatan nurmahmudi sebagai walikota Depok tidak memiliki Legitimasi Hukum, namun nur mahmudi menanggapinya seperti orang yang tidak menyadari hal tersebut dalam hal ini Nurmahmudi pertu di periksa kondisi phisik dan psikisnya apa normal atau tidak.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Johny Ngampas/berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar