Sabtu, 29 Desember 2012

Pelaku Teror Mudah Didoktrin, Kemampuan Agama Islamnya Dangkal.


Depok, MOIC
Para pelaku pemboman ditafsirkan sempit pada nash Alquranmembuat pelaku terror atau teroris mudah didoktrin. Kendati Detasemen 88 Anti Teror telah berulang kali menangkap pelaku terror tersebut, namun aksi tersebut seakan tak ada habisnya. “Para teroris dalam menjalankan aksinya memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukannya berdasarkan nash agama atau Alquran. Pemahaman dan penafsiran yang terbatas membuat mereka mau menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya,” kata Sekretaris Laboraturium Tafsir Hadist , Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jauhar Hazizy , kepada wartawan  belum lama berselang.
Jauhar melihat para pelaku terror yang disiapkan menjadi ‘pengantin’ (pelaku bom bunuh diri,red) memiliki kemampuan latar belakan yang minim. Sehingga mudah sekali dibengkokan. Dia mengungkapkan dalam menafsirkan ayat suci Alquran tidak ada apa yang disebut dengan kebenaran tunggal. Ayat suci Alquran memiliki banyak hubungan antara teks satu dengan ayat lain. Selain itu, imbuhnya,untuk menafsirkan teks Alquran juga dilihat  dari Asbabun nuzul ( sebab turunnya). Konteks ayat saat turun dan sebagainya. Sehingga diperlukan ilmu pendukung lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang luas atas ayat-ayat suci tersebut. “ Pemahaman dan penafsiran atas ayat yang sepotong dan kontekstual bias melahirkan sikap yang ekstrimis,”ujar Jauhar.
Jauhar mencontohkan, dalam teks ayat jihad sering kali dimaknai keliru dan berujung pada peperangan. Padahal, dalam ayat lain juga menerangkan sifatnya kebolehan berperang dan memberikan maaf. Bahkan dalam sebuah hadist perintah jihad yang pertama adalah: jihad membahagiakan orang tua,  melawan hawa nafsu dan terakhir berperang dalam arti yang sesungguhya. Untuk itu sudah saatnya para penceramah dalam memberikan tausiyahnya tidak memaksakan pendapatnya saja apalagi memaksakan diri. Seperti dengan mudahnya mengkafirkan oranglain dan mengajak untuk berperang. “ Kalau ajakan ini disampaikan di depan masyarakat awam, bias juga memberkan dampak yang cukup serius.”paparnya.
Menurutnya, para eksekutor bom bunuh diri sendiri memiliki latar belakang ekonomi yang lemah dan tidak berpendidikan tinggi. Terlebih lagi, saat memiliki masalah dalam keluarga dan masyarakat  dengan mudah di doktrin untuk masuk dalam gerakan radikal. “ Coba saja lihat mereka yang punya masalah dalam ekonomi,keluarga,pendidikan dapat dengan mudahnya terpengaruh dan ikut dalam ekstrimis. Untuk itu, sudah saatnyamateri deradikalisasi masuk dalam kampus. Selain itu, pada penceramah juga sudah saatnya tidak memaksakan kehendak atau menganggap penafsirannya paling benar,”tutur Jauhar.
Hal senada diutarakan Antropolog Arif Zamhari. Dia menilai bahwa para teroris memiliki pemahaman yang keliru pada agama Islam. Salah satunya pada penafsiran ayat- ayat tentang jihad. Ayat tersebut banyak dipakai mereka untuk melegalkan gerakan radikal. Meski begitu, fenomena teroris dan aksi bom bunuh diri juga terdapat pada agama lain seperti : Kristen,Hindu dan lainnya. “ Karena pemahaman yang keliru pada teks agama,akhirnya juga menyimpang dalam gerakannya. Ini perlu kita waspadai,”tuturnya.  

( Maulana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar